Nama: Eka Septy Wulandari
Kelas: PGMI 2C
Nim: 1860205242090
Bagi saya, filsafat adalah dunia pemikiran yang unik dan kadang membingungkan, tapi sering kali membuka mata dan hati. Di awal, saya sempat merasa bahwa filsafat itu rumit, membosankan, dan susah dipahami. Banyak istilah asing dan pemikiran yang terkesan terlalu jauh dari realita. Tapi seiring belajar, saya mulai sadar bahwa filsafat justru mengajak kita untuk tidak sekedar menerima sesuatu begitu saja, melainkan berpikir lebih dalam dan kritis. Filsafat membantu kita untuk memahami makna hidup, kebenaran, bahkan tujuan keberadaan. Bagi saya, filsafat bukan sesuatu yang menyesatkan, asal dipelajari dengan bijak dan tetap berpegang pada nilai-nilai agama. Filsafat menjadi seru dan menarik karena ia mengajarkan kita untuk berpikir jernih dan terbuka terhadap berbagai pandangan, tanpa harus kehilangan keyakinan.
Dalam perkembangan filsafat modern, cara manusia menemukan pengetahuan mengalami banyak perubahan. Dimulai dari rasionalisme yang meyakini bahwa akal adalah sumber utama pengetahuan, seperti pandangan Rene Descartes. Kemudian muncul empirisme yang menekankan pentingnya pengalaman inderawi sebagai dasar pengetahuan, sebagaimana yang diyakini John Locke dan David Hume. Setelah itu, Immanuel Kant mencoba menggabungkan keduanya melalui kritisisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari interaksi antara akal dan pengalaman. Positivisme kemudian hadir dengan pandangan bahwa pengetahuan sejati hanya bisa diperoleh melalui metode ilmiah yang ketat dan terukur. Akhirnya, pragmatisme menawarkan pendekatan yang lebih praktis bahwa pengetahuan dinilai dari sejauh mana ia bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Perjalanan pemikiran ini menunjukkan bagaimana manusia terus berusaha memahami realitas melalui berbagai cara, dari yang paling teoritis hingga yang paling aplikatif.
Menurut saya, epistemologi Barat seperti rasionalisme hingga pragmatisme bisa diadopsi dalam dunia pendidikan Islam, dengan catatan dilakukan secara kritis dan selektif. Banyak pendekatan Barat yang bisa memperkaya cara berpikir kita, seperti logika, analisis, dan metode ilmiah. Dalam konteks pendidikan, hal ini penting agar peserta didik terbiasa berpikir sistematis dan mampu memecahkan masalah dengan pendekatan rasional. Namun, dalam Islam, sumber pengetahuan tidak hanya bersumber dari akal dan pengalaman, tetapi juga dari wahyu. Maka, pendekatan epistemologi Barat bisa menjadi pelengkap, bukan pengganti. Islam tetap menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai dasar utama dalam mencari kebenaran. Selama pendekatan Barat tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, saya percaya penerapannya dalam pendidikan akan sangat bermanfaat.
Sebagai seorang muslim, saya meyakini bahwa tidak semua kebenaran dapat dicapai hanya dengan akal dan pengalaman. Banyak hal dalam hidup ini yang sifatnya abstrak dan gaib seperti iman, malaikat, surga, neraka, dan takdir yang tidak bisa dijangkau oleh logika atau bukti empiris. Dalam hal ini, wahyu menjadi rujukan utama. Al-Qur’an dan hadis adalah sumber pengetahuan tertinggi yang membimbing kita dalam memahami kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh metode ilmiah sekalipun. Selain wahyu, akal juga tetap digunakan sebagai alat untuk memahami dan menafsirkan ajaran agama secara rasional. Namun, akal harus sadar bahwa ia punya batas. Oleh karena itu, dalam mencari kebenaran yang bersifat abstrak dan spiritual, saya akan merujuk pada kombinasi antara wahyu, akal yang jernih, hati nurani, serta panduan dari para ulama yang terpercaya dalam keilmuan dan akhlak.
Setelah mempelajari filsafat, saya merasa lebih terbuka dalam berpikir dan lebih bijak dalam menilai berbagai pandangan. Filsafat mengajarkan saya untuk tidak mudah merasa paling benar, tapi juga tidak mudah goyah oleh keraguan. Saya belajar bahwa berpikir itu penting, tapi berpikir dengan iman jauh lebih bermakna. Harapan saya ke depan, pembelajaran filsafat di FTIK bisa terus dikembangkan dengan pendekatan yang lebih kontekstual, menyatu antara akal dan iman, antara logika dan spiritualitas. Dengan begitu, filsafat tidak hanya menjadi ilmu teori, tapi juga menjadi jalan untuk memperkuat karakter, memperdalam pemahaman agama, dan membentuk manusia yang berpikir tajam sekaligus berhati lapang.